BALIKPAPAN POS - Kasus penembakan terhadap petugas polisi
membuat pimpinan Polri ketar-ketir. Kapolri Jenderal Timur Pradopo
memberikan beberapa instruksi pencegahan. Salah satunya, jangan
menampakkan diri sebagai anggota polisi ketika sendirian. "Jika berdinas
pagi subuh atau pulang malam hari, atribut dilepas dulu. Terutama yang
melekat seperti jaket, plat nomor atau helm," ujar Kepala Biro
Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Jakarta
(15/08) kemarin.
Selain itu, jika patroli malam, polisi juga disarankan membawa rekan.
"Jika melintas di wilayah sepi dan terpaksa sendirian, koordinasikan
melalui perangkat komunikasi," katanya. Mantan Kapoltabes Padang itu
menjelaskan, instruksi Kapolri bersifat umum. Artinya, berlaku untuk
anggota Polri di seluruh Indonesia. "Namun, memang yang jadi atensi
utama wilayah Jabodetabek," kata Boy.
Hasil analisa sementara dari dua kasus penembakan, penyerang memilih
target secara acak. Yakni, dari atribut polisi yang dikenakan. "Ini yang
harus jadi perhatian anggota, waspada dengan serangan mendadak," kata
mantan kanit Densus 88 itu.
Seperti diketahui, dua anggota polisi Polda Metro Jaya menjadi korban
penembakan yang dilakukan pelaku misterius . Anggota Satuan Lalu Lintas
Polres Jakarta Pusat, Aipda Patah Saktiyono ,52, mengalami luka di dada
setelah ditembak, di Jalan Cirendeu Raya, Ciputat, Tangerang Selatan,
sekitar pukul 04.30, 27 Juli lalu. Lalu pada Rabu 7 Agustus, anggota
Binmas Polsek Metro Cilandak, Aiptu Dwiyatno, meregang nyawa usai
ditembak kepala bagian belakang, di Jalan Otista, Ciputat, Tangerang
Selatan. Hingga kini, pelaku kedua penembakan itu belum terungkap.
Sementara itu, di tengah maraknya penyerangan terhadap polisi LSM
Kontras melansir data yang berkebalikan. Kontras menyebut jika selama
ini peristiwa penembakan justru paling banyak dilakukan oleh polisi di
berbagai kesempatan. Sejak 2011 hingga saat ini, Kontras mencatat telah
terjadi 278 peristiwa penembakan yang dilakukan polisi. Aksi tersebut
menewaskan 132 orang dan melukai 428 lainnya.
Di urutan dua, ada orang tak dikenal sebanyak 63 kasus dengan korban 54
orang meninggal dan 71 terluka. Urutan ketiga ditempati TNI dengan 20
kasus yang menewaskan lima orang dan melukai 35 lainnya. Koordinator
Kontras Haris Azhar mengatakan, meski penembakan paling banyak dilakukan
polisi, namun aksi tersebut dilakukan dengan berbagai alasan. Ada tiga
motif umum polisi memuntahkan peluru dari senjatanya. "Salah satunya,
penangkapan tersangka pelaku tindakan kriminal," ujarnya kemarin.
Alasan kedua adalah penanganan demonstrasi yang berujung bentrok, dan
alasan ketiga bentrokan akibat sengketa lahan maupun konflik komunal.
Menurut Haris, sebenarnya ada dua motif lain yang tidak begitu banyak
dijumpai. Yakni dendam pribadi dan kelalaian. Untuk TNI, motif yang umum
ada dua, yakni dendam pribadi dan upaya penangan separatis Papua. Yang
menjadi persoalan, polisi maupun TNI dinilai kurang transparan kepada
publik dalam menjelaskan setiap peristiwa penembakan. Kurangnya
keterbukaan membuat publik sering berasumsi sendiri soal penembakan
tersebut.
Menanggapi pernyataan Kontras, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Agus
Rianto mempertanyakan data yang dihimpun LSM tersebut. Agus
menyayangkan Kontras terlalu cepat menyimpulkan penggunaan senpi polisi
sebagai peristiwa penembakan. "Mungkin perlu dipilah dulu datanya,
sehingga tidak menggeneralisasi," ujar Agus.
Dalam menangani pelaku kejahatan maupun teroris misalnya, ada kalanya
polisi terpaksa menggunakan senpi untuk melumpuhkan karena kabur. Atau
bahkan me-810 (menembak mati) tersangka yang melawan dan membahayakan
nyawa polisi saat ditangkap. Polisi memiliki aturan yang ketat soal
penggunaan senpi. Setiap peluru yang keluar dari moncong senpi pasti
dimintai pertanggungjawaban. Jika ada satu peluru yang dinilai keluar
tidak pada tempatnya, sudah pasti anggota yang membawa senpi tersebut
berurusan dengan Propam.
Setiap anggota polisi yang layak dipersenjatai diberi senpi plus 12
butir peluru dengan status pinjam pakai selama setahun. Setelah setahun,
akan dievaluasi apakah jumlah pelurunya masih utuh atau berkurang. Jika
berkurang, anggota harus menjelaskan secara rinci untuk apa peluru
digunakan. "Untuk memperpanjang masa pinjam pakai senjata, maka anggota
tersebut harus menjalani tes lagi, mulai psikologi hingga tes menembak,"
lanjutnya. Jika tidak lulus tentu tidak akan dipinjami lagi. (rdl/byu/jpnn)